USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Komisi X DPR RI dengan Pakar Pendidikan: “Rapat Dengar Pendapat Umum Merdeka Belajar Kampus Merdeka”

diupdate: 3 tahun yang lalu




Panitia kerja (Panja) Merdeka Belajar Kampus Merdeka Komisi X DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada tanggal 16 September 2021 yang dimulai pukul 14.00 WIB hingga 17.42 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh 9 fraksi bersama 6 pakar pendidikan yakni (1) Dr. Ary Ginanjar, (2) Prof. Azyumardi Azra, MA, (3) Najeela Shihab, M.Psi, (4) Prof. dr. Fasli Jalal, Sp. GK., Ph.D, (5) Johannes Eka Priyatna, M.Sc., Ph.D, dan (6) Ketua Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Rapat ini terbuka untuk umum yang diselenggarakan secara luring dari Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Lantai 1, Gedung Nusantara I dan secara daring melalui aplikasi Zoom, serta disiarkan langsung melalui kanal YouTube Komisi X DPR RI. RDPU ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr. H. Abdul Fikri Faqih dengan dua agenda acara yakni kajian konsep Merdeka Belajar secara menyeluruh dan Kajian konsep Merdeka Belajar Episode 2.

Dr. H. Abdul Fikri Faqih memaparkan bahwa melalui RDPU, narasumber dari pakar pendidikan diharapkan dapat menjelaskan pandangan atau pengamatannya hingga memberi masukan terkait dasar filosofis yuridis dan sosiologis mengenai Merdeka Belajar Kampus Merdeka. “Bagaimana pandangan para pakar yang telah hadir pada RDPU hari ini tentang konsep Merdeka Belajar yang diyakini mampu menjawab persoalan pendidikan secara umum ini sesuai atau tidak dan seterusnya mengingat kondisi sosial ekonomi masyarakat akibat pandemi COVID-19 dan dampak lain. Apakah konsep Merdeka Belajar relevan untuk diterapkan pada saat ini di Indonesia, dan sejauh mana konsep Kampus Merdeka mampu menjawab persoalan yang ada di institusi pendidikan khususnya pendidikan tinggi”, ujarnya mengenai tujuan RDPU.

RDPU dibuka dengan paparan gagasan oleh Dr. Ary Ginanjar yang menyatakan bahwa Indonesia memerlukan konsep pendidikan holistik dengan metode inside out menggunakan strategi coaching. Ia memaparkan bahwa strategi coaching ini para pengajar mampu menggali kreativitas dan potensi murid atau mahasiswa dari segi intelektualitas, mentalitas, serta dimensi transendensi. Ia berharap agar guru tidak hanya menjadi pengajar tetapi juga menjadi agen perubahan Indonesia dengan membangun tiga dimensi manusia secara utuh melalui intellectual quotient, emotional intelligence, dan spiritual intelligence dengan menerapkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Pendapat selanjutnya dipaparkan oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Sp.GK., Ph.D bahwa masalah pendidikan yang dialami di Indonesia terkait dengan banyaknya SDM yang sekolah tetapi tidak belajar dan ketidakmerataan mutu pendidikan terutama di daerah 3T. “Daerah 3T mengalami ketertinggalan dari daerah non 3T, baik karena kurang jumlah dan kualitas guru, keterbatasan sarana dan prasarana, tingginya biaya operasional, kurangnya dukungan infrastruktur yang diperparah karena teknologi (kurangnya komputer dan smartphone), keterbatasan guru dalam kemampuan menguasai teknologi digital, mengakibatkan ketidakmerataan mutu pembelajaran dan mutu lulusan dalam bidang pendidikan di Indonesia”, papar Fasli. Ia menambahkan dengan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka, ketidakmerataan terutama dalam mutu pendidikan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Prof. Azyumardi Azra, MA menilai bahwa Kampus Merdeka masih sebatas jargon karena masih banyak program yang belum terumuskan. Ia memberi catatan pada empat aspek Kampus Merdeka. Ia menilai bahwa pembukaan program studi baru di perguruan tinggi yang terakreditasi A atau B bukan perkara mudah. Ia juga menanggapi terkait biaya mahal yang akan dibayarkan mahasiswa ketika PTN berubah statusnya menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) dan tidak relevan jika diterapkan pada PTS. Aspek ketiga juga ditanggapinya bahwa akreditasi perguruan tinggi bisa berubah turun berdasarkan aduan dari masyarakat dan penurunan minat calon mahasiswa. Ia juga memberi catatan bahwa aspek keempat sulit untuk dilaksanakan bagi perguruan tinggi di kota kecil karena ketidakadaannya atau sulitnya mitra dari perguruan tinggi lain dan dunia kerja sehingga berujung pada masalah pendanaan bagi mahasiswa.

Gagasan lain juga disampaikan oleh Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D (Rektor Universitas Sanata Dharma) bahwa masalah pokok pendidikan di Indonesia terdapat pada dua aspek yakni kualitas dan aksesibilitas. Penyebab yang sering terlupakan namun yang utama menurutnya adalah ketidakjelasan filosofi atau pedagogi yang dianut pada sistem pendidikan. Ia menyatakan bahwa realitas setiap hari menuju semakin tidak terstruktur dan tidak hierarkis tetapi semakin menuju jejaring, sementara struktur pendidikan dan cara berpikir cenderung hierarkis karena sudah berlangsung sekian lama. Ia menilai bahwa Merdeka Belajar Kampus Merdeka digagas untuk mengatasi persoalan lemahnya kontekstualisasi lewat dorongan untuk mendekatkan institusi pendidikan dengan dunia usaha dunia industri. “Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka dilanjutkan dan diperluas dengan tiga hal yaitu memperkuat partisipasi publik, memperkuat otonomi dalam arti nyata, dan menghargai keberagaman identitas serta tata kelola institusi pendidikan”, papar Eka.

“Merdeka Belajar - Kampus Merdeka, anak adalah pusat atau subjek dari proses pendidikan sehingga mereka memiliki kapasitas untuk mengatur sendiri tujuan, cara dan penilaian belajar (self-regulated learning) dengan tiga dimensi yakni berkomitmen, mandiri dan reflektif”, ujar Najeela Shihab, M.Psi. Ia menilai bahwa perubahan mengenai sistem pendidikan dapat dilakukan oleh aktor-aktor yang berada dalam lingkungan masing-masing. Ia menggagas bahwa perubahan dapat dibawa menjadi sekolah merdeka berkolaborasi untuk melakukan perubahan pendidikan. Selanjutnya menjadi sekolah merdeka belajar yang mana murid diberi ruang untuk mengembangkan regulasi belajarnya sendiri. Maka pada akhirnya bisa menjadi sekolah merdeka berkarya yaitu murid atau mahasiswa mampu ­beradaptasi terhadap fuka dan berkontribusi pada masyarakat dengan teknologi.

Nisa Felicia, S.P., M.Ed., Ph.D., sebagai Ketua PSPK menggagas bahwa Merdeka Belajar Kampus Merdeka merupakan filosofi yang mendasari tujuan dan kebijakan-kebijakan pendidikan, paradigma dalam membuat kebijakan pendidikan yang berpihak kepada anak Indonesia. “Merdeka Belajar bukan hanya perubahan sistemik tetapi fundamental karena menyangkut perubahan paradigma yang mendalam” ujar Nisa.

Di akhir rapat, Fikri menyimpulkan gagasan para pakar pendidikan RDPU. Pertama, para pakar pendidikan dihimbau agar secara aktif dalam memberikan masukan kepada Pemerintah untuk menyempurnakan Kebijakan Merdeka Belajar beserta programnya dan berkontribusi secara kritis terhadap pembangunan pendidikan Indonesia. Kedua, mendorong kebijakan Merdeka Belajar dengan program turunannya khususnya pada program Kampus Merdeka dengan mempertimbangkan PTS, kampus kecil atau yang berada di daerah terpencil sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan tinggi. Ketiga, Panja Merdeka Belajar - Kampus Merdeka akan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program, penetapan anggaran dan kejelasan target waktu berakhirnya program.

(SS & BF)

  kembali