AKTUALITA

Dalam Perjumpaan Tersingkap Makna Kehidupan

Yogyakarta – Hanya dalam perjumpaanlah, manusia akan menemukan makna di dalam hidupnya. Itulah yang dirasakan oleh para orang muda yang hadir dalam kegiatan SIM-C di Fakultas Teologi Wedabhakti, Sabtu (15/4/2023). Acara ini diselengarakan dalam rangka memperingati Hari Raya Kartini dan Paskah bersama antar umat beragama. Adapun tema yang diangkat dalam acara ini adalah “Peran Perempuan di Indonesia.”

Acara ini merupakan kegiatan reguler dari UKF SIM-C yang memfasilitasi mahasiswa/i Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma, Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana, dan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga yang tergabung dalam UKF SIM-C. Tujuannya untuk berdialog lintas iman (Kristiani dan Islam) dengan tema-tema nasional.
Rangkaian kegiatan SIM-C di bulan April ini dilaksanakan dengan berbagai kegiatan menarik, yaitu thalkshow, SIM-C berharap untuk Indonesia, mencari telur paskah, dan tukar kado. Kegiatan tersebut dibungkus dengan nilai-nilai nasionalisme dan spiritual agama Islam dan Kristiani (Katolik dan Protestan). Secara khusus, pada sesi thalkshow ini mendalami peran perempuan dari perspektif agama Islam dan Kristiani.

“Perjumpaan ini sungguh patut kita syukuri karena perjumpaan ini bertujuan untuk mempererat hubungan kita secara lebih mendalam lagi dengan saudara yang berbeda keyakinan dengan kita. Tentu tidak banyak orang bisa mengalami seperti yang kita rasakan saat ini... Selain acara ini untuk memperingati perayaan Paskah sebagai momen penting bagi umat Kristen, tema “Peran Perempuan di Indonesia” dipilih sebagai bentuk dukungan kita terhadap gerakan kesetaraan gender dan perjuangan perempuan dalam berbagai bidang di Indonesia.” Ungkap Fr. Blasius Dinda Anugraha, SCJ sebagai ketua umum UKF SIM-C.

Setelah sambutan dari ketua umum SIM-C, acara dilanjutkan dengan talkshow yang dipandu oleh Sr. Aquila, FSE (sebagai moderator) dengan tiga pemantik, diantaranya Fr. Markus Bambang Pamungkas, SCJ, Sdri. Ernah Dwi Cahyati, dan Sdri. Nerliyati Radvi Putarato. Melalui talkshow ini, peserta diajak untuk menyuarakan suara yang tidak dapat bersuara. Artinya peserta diajak untuk ikut membela hak kaum perempuan yang selama ini masih diabaikan. Itu memang tidak mudah untuk dilakukan, namun para peserta yang hadir dapat memulai itu melalui tindakan sederhana, seperti tidak mengabaikan suara perempuan dalam sebuah forum diskusi ataupun tidak menganggap perempuan sebagai pribadi dengan kelas nomer dua.
Pada sesi berikutnya para peserta diajak menuliskan harapan untuk perempuan di Indonesia dan harapan untuk negara Indonesia. Mereka menuliskan itu di dalam sebuah kertas sticky notes dan ditempelkan dalam sebuah kertas karton hitam, sehingga nantinya hasil itu dapat dipajang dalam sebuah mading/majalah dinding. Dari situ, kiranya apa yang mereka tuliskan itu dapat mereka wujudkan dalam hidup mereka sehari-hari dan mengundang orang untuk tergerak melakukan tindakan yang sama.

Kemudian, rasa kegembiraan dan kebahagiaan dalam perjumpaan mereka itu semakin diwujudkan dalam sesi mencari telur paskah. Telur Paskah sebagai bagian yang identik dari perayaan Paskah orang Kristiani. Itu diperkenalkan kepada mereka yang beragama muslim karena simbol telur paskah ini menjadi tanda bahwa kita (orang beragama Kristiani) dilahirkan menjadi manusia baru karena Kristus yang menang atas maut telah bangkit mulia. Para peserta sangat antusias untuk mencari telur paskah. Menariknya, peserta yang bisa menemukan telur Paskah lebih dari satu itu membagikan telur miliknya kepada peserta yang belum mendapatkan telur Paskah. Keindahan berbagi ini menjadi jembatan baik dalam dialog antar pribadi satu ke pribadi lainnya.

Acara ini kemudian diakhiri dengan tukar kado. Tampak dalam peserta wajah kegembiraan karena mendapatkan kado dari saudara yang berbeda agama. Lebih dari itu, banyak peserta juga mendapatkan “surat cinta” dari saudara yang berbeda agama, sehingga di antara mereka ada tersenyum sendiri ketika membaca surat itu. Semua peserta merasakan kegembiraan Paskah, baik Muslim, Kristen, dan Katolik. “Kendati kami berbeda keyakinan, itu tidak menjadi sekat bagi kami untuk merasakan, mengalami kegembiraan yang sedang dirasakan juga oleh umat Kristiani” ungkap salah seorang peserta.
***
Penulis: Blasius Dinda Anugraha

  Kembali
Lihat Arsip