AKTUALITA

Almarhum Romo Purwatma dan Pijar Gereja Communio

 


Selamat malam Romo dan teman-teman. Pagi tadi, sahabat dan teman Ikafite Angkatan kami : Romo Mateus Purwatma, diperingati 1000 hari meninggalnya. Romo Rektor Seminari Tinggi Kentungan mempersembahkan misa untuk memperingati 1000 hari Romo Purwatma dan 7 hari ibunya, ibu Yulia Sumarni Soemarsono. Ibu Marni meninggal dengan tenang hari Minggu, 16 Oktober lalu, sepulang dari ikut misa di Gereja Baturetno, gereja parokinya. Pada misa hari Minggu yang lalu, Romo Paroki Baturetno sempat memanggil bu Marni ke depan altar dan diberi potongan tumpeng. 16 Oktober itu beliau berulang tahun ke 84. Paroki Baturetno, hari itu juga merayakan ulang tahun berdirinya ke-84. Sama-sama ulang tahun.

Pada kesempatan ini, ijinkan kami Panitia Syukur 60 Tahun KV2 mendedikasikan sukses acara kita itu untuk sahabat kami almarhum Romo Purwatma. Saya sebagai Koordinator dan Agus Tridiatno sebagai Ketua Panpel, adalah teman Romo Purwatma sejak di Seminari Menengah Mertoyudan. Dari Mertoyudan, Kentungan dan Roma, saya bersama serumah dengan sahabat kami ini lebih dari 14 tahun. Agus Tridiatno sebagai sesama teman dari paroki Baturetno, bahkan bersahabat lebih lama lagi. Sejak dari kecil.

Walau sudah 1000 hari lebih Rm Purwatma meninggalkan kita semua, namun untuk teman-teman Ikafite dan Merto-73, kami sungguh masih merasa sangat kehilangan. Romo Purwatma untuk saya dan teman-teman, memenuhi syarat sebagai imam dan pribadi teladan.

Kalau sejak kecil, dalam doa malam orang tua kami mengajar kami agar Tuhan memberi kami “saras, pinter lan utami”, Romo Purwatma sudah mendapatkan anugerah itu. Sejak SD, dia langganan juara kelas. Di Mertoyudanpun, dia selalu naik panggung tiap tahun. Kalau ngga cum laude ya magna cum laude. Di Roma, dissertasinya dengan tema patrologi yang langka diganjar dengan predikat summa cum laude. Pelajaran apa saja, termasuk Bahasa Hibrani dan Yunani, dia lalap dengan cepat dan mudah. Semua itu ia lalui dengan santai, sementara yang lain mesti belajar keras sampai begadang. Kuliah licentiat dan doktorat ia selesaikan kurang dari 4 tahun.

Meski brilian dan punya alasan untuk jadi “sombong” sahabat kami Romo Purwatma jauh dari sifat tinggi hati. Tanya saja siapapun yang mengenalnya. Rekan kerja, mahasiswa-mahasiswi bimbingannya, dan umat siapapun itu, kalau ditanya tentang Romo Purwatma, yang pasti muncul pertama adalah kebaikan dan kerendahan hatinya. Saya ingat, waktu misa pemakaman di Kapel Kentungan, Mgr.Rubiyatmoko sampai tak bisa menahan tangis mengenang kebaikan Romo Purwatma. KAS dan kita semua sangat kehilangan imam dan sahabat yang sungguh baik ini. Litani kebaikan Romo Purwatma bisa dibuat sangat panjang. Kami teman-teman angkatan yang mengenalnya sejak sama-sama menjalani formasi di seminari, tak kekurangan cerita tentang kebaikan sababat kami Purwatma.

Ketika minggu lalu kita merayakan syukur 60 tahun anugerah pembaharuan KV2, saya rasa Romo Purwatma adalah salah satu anugerah itu. Di Kateketik Atma Jaya Jakarta dan di STF dulu, saya pernah mengampu mata kuliah Ekklesiologi dan Kristologi. Cukup lama diktat yang kami pakai adalah diktat yang saya buat bersama Rm Purwatma. Gereja sebagai communio, yang disebut Bapak Kardinal Suharyo pada sambutan acara kita minggu lalu, diajarkan dan dihidupi dengan baik oleh Romo Purwatma. Cara, gaya, dan model pelayanan yang ia lakukan adalah wujud nyata communio itu. Sebagai imam yang bekerja di seminari dari tahun 1990 sampai meninggalnya 26 Januari 2020, Rm Purwatma selalu di garda depan mewujudkan paguyuban iman yang teduh, yang ramah, yang “ngombyongi”, menemani, yang mendengarkan dengan tekun dan menyertai ke manapun para fraternya mengajak.

Romo Purwatma, adalah buah dari formasi Kentungan dan formasi KV2 yang “jadi”. Bung Hari, seorang rekan Ikafite mantan MSF, mengenang acara kita minggu lalu bukan dari kemeriahan misa dan mantabnya para narasumber saresehan. Ia justru melihat Kentungan sebagai ibunya, sebagai almamater, ibu yang “memberi makan”. Karenanya ia justru tergerak untuk menengok rekan-rekannya di Domus Pacis. Ia justru menengok begitu banyak tokoh Ikafite yang sudah mendahului. Mereka semua adalah para pahlawan tanpa tanda jasa. Bung Hari lalu mengenang kebaikan kiprah dan pelayanan para imam kita macam Rm Martana, Rm Mangunwijaya dsb.

Minggu lalu, dengan perayaan syukur tahun KV2 yang meriah, kita memang mengadakan “kenangan”. Namun lebih dari sekedar nostalgia, yang mau ditampilkan pada perayaan itu adalah pijar dan semangat KV2. Gereja sebagai communio, mensyaratkan para anggotanya yang punya hati. Punya belarasa, istilah Kardinal Suharyo, atau punya “passione” dalam kata-kata Paus Fransiskus. Bung Hari adalah contoh yang di tengah perayaan dan seremoni yang meriah, ia tidak ingin kehilangan “makna punya hati” itu. Makai a mengunjungi sahabatnya yang sudah berbaring tak berdaya di Domus Pacis. Ia juga ingin mengenang kebaikan orang seperti Romo Martana. Seorang imam diosesan yang lebih “nyentrik” dibanding banyak imam lain. Pinter dan bakatnya pol tapi dia sangat rendah hati bahkan menolak kemungkinan disekolahkan ke luar negeri.

Pagi tadi, ketika di Kentungan ada misa untuk memperingati seribu hari Rm Purwatma, sahabat saya yang lain mas Gunarto menengok ibu saya di Muntilan. Kebetulan Merto72, angkatan mas Gunarto dan Rm Gito lagi reunian di wisma PPSM. Angkatan ini, di sela reunian di Muntilan sejak tahun-tahun terakhir, selalu menyempatkan diri menengok orang tua para imam dari Muntilan. Ibu saya, pada usia 90 tahun badannya masih baik. Tetapi penyakit dimentianya sudah makin parah. Sudah setahun terakhir ini, ibu sama sekali tidak bisa kenal siapa-siapa dan tidak bisa komunikasi lagi. Istilah adik-adik saya : ibu sudah ada di alam nirwana. Kepada ibu kami yang seperti itu, mas Gunarto datang menengok. Ibu saya memang guru mas Gunarto di SMP. Ibu pula yang menjadi sponsor utama dan menyemangati para murid SMP Kanisius Muntilan termasuk mas Gunarto untuk masuk Seminari. Cukup banyak anggota Ikafite yang pernah menjadi murid ibu, termasuk Mgr.Yustinus Harjosusanto.

Kendati tahu, ibu saya sudah tidak bisa apa-apa dan mengenalnya, mas Gunarto dan banyak teman Ikafite seperti Rm Jelantik, Rm Purnama, mas Suryata, Rm Gito dan banyak lagi yang setia menengok ibu.
Kepada ibu saya yang sekarang ini begitu lemah dan tidak mengenal apa-apa dan siapa-siapa, ada muridnya yang masih menganggap “ibu saya dari segala ilmu”, apalagi ibu gereja kit aini dan almamater kita. Ibu kita, ibu gereja kita dan ibu almamater kita sudah jelas pernah mencurahkan cintanya habis-habisan pada kita.

Semoga pada masa peringatan 60 tahun KV2 dari tahun 2022-2025 ini, kasih kitapun pada gereja, pada sesama rekan imam, pada umat dan saudarari-saudari kita juga makin berpijar. Karena hanya kalau kita punya cinta yang besar kepada Tuhan dan GerejaNya, punya belarasa dan passion itu, maka kita akan memiliki gereja sebagai communio yang hangat dan penuh kasih sebagaimana selalu diajarkan dan dicita-citakan Romo Purwatma. RIP saudaraku Rm Purwatma.

Kelapa Gading, Minggu 23 Oktober 2022
Dalam doa selalu

A.Kunarwoko

  Kembali
Lihat Arsip