Berita

ASCOLTACI #5

18-04-2015 04:29:49 WIB

Mencari Jalan Komposisi Musik di Indonesia

Notulen: Heri Kusuma  

Tepat pukul 09.15 WIB di hari Jumat, 20 Maret 2015, di Ruang Driyakarya Lantai 4, gedung pusat Universitas Sanata Dharma bergema merdu petikan gitar dari Granny Gitar Duo. Penampilan ini menjadi pembuka seminar Ascoltaci edisi kelima yang diselenggarakan oleh Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma. Setelah penampilan tersebut, Master of Ceremony (MC) kemudian menyebutkan bahwa penampilan tersebut bukan ditempatkan sebagai hiburan pengisi acara, tetapi menjadi teks dalam diskusi bertema Mencari Jalan Komposisi Musik di Indonesia tersebut. Dihadirkan sebagai pemakalah dalam acara tersebut adalah Royke B. Koapaha dosen sekaligus komponis dari Institut Seni Indonesia (ISI) dan Bayu Citra Rahardja alumni ISI sekaligus mahasiswa aktif di Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma. Keduanya kafabel terkait dengan tema seminar karena Royke B. Koapaha selama ini bergelut di bidang komposisi, sementara Bayu Citra Rahardja meskipun memiliki pengalaman minim di bidang komposisi, tetapi memiliki pengalaman yang relatif banyak sebagai pemain musik.

Royke B. Koapaha menjadi pembicara pertama yang mempresentasikan makalahnya berjudul Antologi Karya-Karya Berdasarkan Modus Sintetis dan Konsep Progresi Akor Baru. Dalam pemaparannya, Royke membuka dengan menampilkan perkembangan proses komposisi (penciptaan) dan dimana arah proses penciptaan musik Indonesia saat ini sekaligus masalah-masalah yang dihadapi. Proses penciptaan berdasarkan periodisasi sejarahnya  dibagi tiga yaitu Zaman Barok ditandai dengan produktifnya proses penciptaan karena adanya tuntutan yaitu menampilkan di istana dan di kebaktian, zaman Romantik mulai mempertanyakan Individu dalam penciptaan (ada pergulatan di dalam proses penciptaan) dan periode ketiga Abad ke-20 proses penciptaan mempertanyakan identitas yang ditandai juga dengan adanya ketercerabutan antara komposisi dengan masyarakat. Menurut Royke komposisi musik di Indonesia saat ini seperti di zaman barok (klasik) dimana ditandai dengan belajar dari buku dan kemudian terus-menerus membuat karya tanpa ada koreksi dan tidak ada pergulatan di dalam pembuatan karya itu. Pergulatan seperti kapan saya jadi budak Barat dan kapan menjadi diri sendiri tidak ada dalam proses penciptaan tersebut. Apalagi terkait dengan pengetahuan, dimana permasalahan yang ada adalah buku rujukan (pedoman) saat ini terbilang sudah sangat lama yaitu tahun 1927.

Tawaran Royke dalam mencipta ada dua hal: pertama, selalu harus melakukan refleksi ke dalam, mempertanyakan kepada diri siapa saya dan siapa kamu. Kemudian juga identitas yaitu fokus arah saya kemana. kedua, dalam mencipta tidak bisa lepas dari kekinian. Pencipta harus membuat sistem dan kemudian bahasa yang digunakan apa. Sistem yang dimaksud yaitu apa yang berkembang saat ini harus dibuat terobosan yang lain. Bentuk yang kemudian dipilih oleh Royke sebagai perwujudan dari keresahannya saat ini adalah Musik Diatonis. Jenis musik ini sendiri bukanlah pemisahan dari barat, karena masih menggunakan not balok yang notabene dari barat, tetapi menggabungkannya dengan apa yang sering disebut tradisi Indonesia.  

Pemakalah kedua yaitu Bayu Citra Raharja melihat hubungan antara komposisi dan pemusik. Hal ini dilihat dalam pengalamannya yang lebih banyak sebagai pemusik (pemain musik) dibandingkan sebagai komposer.  Bayu menceritakan bahwa sering sekali ada bagian yang berbeda yang dipahami komposer dengan pemain musik.  Bayu melihat komposisi adalah upaya untuk mengutak atik, dan dalam upaya tersebut, harus ada alat untuk mengutak-atiknya. Alat untuk mengutak-atik itulah yang disebut sebagai pengetahuan. Di dalamnya ada mendengar, melihat dan ada ide. Mengacu kepada tema mengenai Mencari Jalan komposisi musik di Indonesia, maka pertanyaan yang diajukan adalah apakah komposisi musik di Indonesia saat ini sedang bingung, apakah tersesat atau bagaimana. Ataukah komposisi musik saat ini meneruskan tradisi gaya barat ?. Pertanyaan-pertanyaan ini harus terus-menerus menjadi renungan bagi pencipta musik dan harus terus-menerus dibicarakan. Sesuai dengan ucapan ketua panitia Lutfianto Basyuri Basyuri bahwa musik harus terus-menerus dibicarakan, karena kalau musik berhenti dibicarakan maka musik akan mandeq. Sumbangan pemikiran dari kedua pemakalah menjadi salah satu bahan perdebatan selanjutnya. 


 kembali