Magister Manajemen

Fakultas Ekonomi - Universitas Sanata Dharma

<< WEB FAKULTAS

BERITA

PARADIGMA PENDIDIKAN REFLEKTIF DASAR PEMIMPIN BERINTEGRITAS
13 October 2023
“Kunci Kepemimpinan yang Berhasil di Zaman ini adalah Pengaruh, Bukan Otoritas”
 
Penulis: Chr. Danang Wahyu Prasetio, Mahasiswa Program SML Angkatan 2023

Bangsa ini memiliki sosok Bapak Pendidikan Nasional KI Hajar Dewantara yang memiliki pandangan dan pemahaman tentang pendidikan, mendasarkan pada pendidikan pribadi berkarakter tanpa mengkesampingkan hakekat manusia sesungguhnya, tentang pribadi bahagia dan merdeka. Seorang pribadi yang bahagia dan merdeka, ketika konteksnya sebagai pemimpin yang melaksanakan ajaran KI Hajar Dewantara, tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan Saka Guru yaitu; “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Sebetulnya maksud dari ajaran Ki Hajar Dewantara itu apa? Maksudnya; Ing Ngarsa Sung Tuladha adalah di depan harus memberikan contoh, Ing Madya Mangun Karsa, di tengah harus membangun niat, dan Tut Wuri Handayani, dibelakang harus mendorong, maka kemampuan leadership berupa, intelegensi, spiritual, sosial ataupun emosional akan menyatu dalam dirinya. Berkaitan dengan ajaran yang telah dilahirkan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut dan didukung serta diperkuat dengan adanya Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) sebagai pandangan hidup dan cita-cita Pendidikan Jesuit yang telah dirumuskan dalam ciri-ciri Pendidikan Jesuit, maka lahirlah sebuah konsep dan dasar pendidikan yang sering dikenal dengan Paradigma Pendidikan Reflektif (PPR). 

Paradigma Pendidikan Reflektif (PPR) meliputi; Konteks, pendidik selalu melihat peserta didik berdasarkan latar belakang yang dimiliki secara utuh dan medetail dengan tidak menyamakan proses pendampingan untuk semunya. Pendampingan karakter peserta didik secara cura personalis (pendampingan personal/pribadi) dengan memberikan kekebasan kepada semuanya untuk berkembang sesuai dengan potensi, bakat dan karakter tanpa harus menyamakannya dengan peserta didik lainnya. Pengalaman, pendidikan dengan konsep PPR tidak bersifat instan, yaitu ada proses pendampingan secara personal yang dilakukan pendidik terhadap peserta didik dengan memperhatikan pengalaman (riwayat hidup),yang telah dilalui guna menemukan nilai (value) yang dapat dijadikan dasar untuk berkembang kedepannya. Refleksi, ketika mendidik dengan menerapkan dan melaksanakan PPR, pendidik selalu menekankan refleksi atas pengalaman yang didapatkan dalam pergulatan batin atas proses dan dinamika yang dilalui oleh setiap peserta didik atau bisa juga dikatakan pembelajaran bermakna yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan tujuan selalu memaknai dari hasil pengalaman untuk dasar melangkah berikutnya yang lebih baik atau juga bisa dikatakan sebagai perwujudan pertobatan hidup. Aksi, berdasarkan refleksi yang sudah dilakukan, selanjutnya adalah aksi, yaitu sikap dan perbuatan yang akan dilakukan dengan dasar semangat magis (memiliki spirit lebih baik dan lebih baik lagi). Dalam hal ini tugas pendidik adalah mengarahkan dan mendampingi atau bahkan bisa juga dikatakan memberikan tantangan kepada peserta didik untuk melaksanakan apa yang sudah menjadi komitmen atas refleksi yang telah dilakukan. Evaluasi, dalam hal ini yang ditekankan oleh seorang pendidik pada peserta didiknya adalah bahwa ada hasil yang bisa dilihat yaitu tentang perubahan sikap dan prilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Karena pada dasarnya bahwa proses yang telah dilakukan tidak akan melupakan hasil yang didapatkan.

Peran serta pendidikan yang mengedepankan Paradigma Pendidikan Reflektif  sebagai salah satu faktor pembentukan pribadi yang berkarakter unggul dan berintegritas utuh, baik secara spiritual, sosial maupun emosional sebagai sarana untuk mencapai tujuan sebuah Bangsa yang merdeka berlandaskan Pancasila. Terkait hal ini dengan memperhatikan aspek kepemimpinan yang diajarkan dan diberikan sejak dini dalam dunia pendidikan akan dapat mencetak kader-kader pemimpin yang berkarakter dan memiliki integritas. Berawal dari pendidikan inilah akan dapat mencetak dan melahirkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas, mengapa? Karena pada dasarnya tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah peran pendidikan yang  memanusiakan manusia (humanisasi), atau bisa disebut juga manusia merdeka. Menjadi manusia yang merdeka berarti tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Itulah pondasi dan dasar yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan untuk menghasilkan seorang pemimpin yang memiliki integritas, karena “seseorang tidak akan bisa memberi kalau ia sendiri tidak memiliki”.

Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud ristek, berikut ini sembilan nilai integritas yang dapat mencegah korupsi: 1). Kejujuran, 2). Kepedulian,3). Kemandirian, 4). Kedisiplinan, 5). Tanggung Jawab, 6). Kerja Keras,7). Kesederhanaan, 8). Keberanian,dan 9). Keadilan. Terkait dengan sembilan nilai integritas tersebut, pada saat ini sudah sejalan dengan kebijakan dari Kementerian Pendidikan tentang kurikulum merdeka. Dimana untuk memecahkan masalah yang kompleks peserta didik harus memiliki kompetensi berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif, oleh karenanya kemampuan ini menuntut adanya karakter yang utuh serta  seimbang. Kualitas karakter tercermin dan bisa dilihat dari kemampuan peserta didik dalam beradaptasi pada lingkungan yang dinamis, bisa dikatakan adanya keutuhan dan keseimbangan antara; “olah pikir, olah rasa dan olah kehendak”. Berdasarkan karakter tersebut hal yang diajarkan dan dibadankan kepada setiap peserta didik, antara lain: 1). Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, 2). Berkebinekaan global, 3). Bergotong royong, 4). Mandiri, 5). Bernalar kritis, dan 6). Kreatif. Terkait dari tujuan pendidikan karakter tersebut tidak lain adalah tentang profil pelajar Pancasila yang dikembangkan dalam kurikulum merdeka. Maka bisa dikatakan bahwa sebagai dasar untuk mendidik pribadi yang berkarakter dan memiliki integritas, langkah yang paling utama dan pertama ditempuh adalah lewat pendidikan dengan melaksanakan profil pelajar Pancasila guna mewujudkan sembilan nilai integritas yang dapat mencegah terjadinya korupsi untuk pemimpin Bangsa masa depan.

Berbicara tentang pemimpin atau sering disebut leader adalah sosok seorang yang bisa menjadi role model, teladan, panutan ataupun inspirator sejati bagi masyarakat luas.  Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah tindakan bukan sekedar jabatan, karena pada dasarnya kepemimpinan akan selalu berhubungan dengan perubahan. Berkaitan dengan sosok pemimpin dapat dikatakan bahwa pemimpin yang berintegritas akan membuat orang berharap tentang masa depan, karena kemampuan untuk berharap adalah fakta yang paling penting dalam hidup guna memberi harapan akan sebuah makna tujuan dan energi untuk memulai sebuah perjalanan. Karena imajinasi seorang pemimpin merupakan awal dari penciptaan. Pemimpin membayangkan apa yang ia inginkan, pemimpin menginginkan apa yang dia bayangkan dan akhirnya pemimpin menciptakan apa yang dia inginkan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin itu tidak hanya dilahirkan, akan tetapi seorang pemimpin itu harus ditempa dengan berbagai pengalaman dan pergulatan demi kedewasaan serta kebijaksanaan hidup. Seseorang hanya bisa berkembang menjadi seorang pemimpin, kalau ia bisa dan mampu serta berhasil mengembangkan potensi yang dimiliki oleh orang lain, bukan sekedar cakap dan mampu untuk dirinya sendiri.
hal. 1  2  3  4  5  ...  25
© 2024 - Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta