AKTUALITA

Webinar Fakultas, September 2021 | INKULTURASI: MEMPERDEBATKAN METODE, ISI, DAN ARAH

INKULTURASI: MEMPERDEBATKAN METODE, ISI, DAN ARAH DALAM KONTEKS NUSANTARA DAN ASIA KONTEMPORER
Webinar Bulan September 2021 Fakultas Filsafat Keilahian Universitas Sanata Dharma
 


Fakultas Filsafat Keilahian Universitas Sanata Dharma (USD) – Fakultas Teologi Wedabhakti (FTW) mengadakan seminar bulanan secara daring (webinar) pada hari Selasa, 28 September 2021 pukul 16.00-19.00 WIB. Webinar yang mengangkat tema “Inkulturasi: Memperdebatkan Metode, Isi, dan Arah dalam Konteks Nusantara dan Asia Kontemporer” tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa sarjana (S1) Fakultas Filsafat Keilahian USD, entah melalui aplikasi Zoommaupun streaming melalui kanal YouTube TheoTalk. Tema tersebut dibawakan oleh Uskup Keuskupan Agung Pangkal Pinang, Mgr. Prof. Adrianus Sunarko bersama dengan dosen program Sarjana dan Magister Filsafat Keilahian USD, Rm. Dr. Johanes Haryatmoko, SJ. Jalannya webinar dipandu oleh mahasiswa program Magister Filsafat Keilahian USD, Fr. Yohanes Deodatus, SJ sebagai moderator.


Tema yang diangkat dalam webinar kali ini bertolak dari buku berjudul Teologi Inkulturasi: Perayaan Injil Yesus Kristus di Bumi Indonesia, buah karya terbaru dari Rm. Prof. Dr. Emanuel Martasudjita, Pr. Dalam pengantarnya, Fr. Deodatus menyampaikan bahwa buku terbitan Kanisius tahun 2021 tersebut hendak membantu kita untuk memahami makna inkulturasi dalam Gereja, secara khusus dalam konteks Gereja Indonesia. Mahasiswa lulusan STF Driyarkara tahun 2016 tersebut juga menyampaikan secara sekilas mengenai keseluruhan isi buku karya Rm. Marta dengan tujuan untuk memberi gambaran kepada audiens mengenai pokok-pokok gagasan yang hendak disampaikan pengarang. Pendalaman dan tanggapan kritis terhadap buku tersebut selanjutnya disampaikan oleh Mgr. Sunarko, sebagai pengajar sekaligus guru besar bidang Ilmu Teologi dari STF Diyarkara dari sudut pandang teologi. Di sesi berikutnya, Rm. Haryatmoko mencoba membahas tema inkulturasi dari sudut pandang filsafat.


Mgr. Prof. Adrianus Sunarko mengawali pemaparannya dengan sejumlah apresiasi terhadap buku karya Rm. Marta. Beliau menyebut bahwa buku tersebut menjadi buku teologi inkulturasi pertama di Indonesia yang menyampaikan pokok-pokok tinjauan teologis secara komprehensif. Kendati begitu, Mgr. Sunarko juga menyampaikan beberapa catatan kritis untuk didiskusikan. Beliau menyebut bahwa dalam buku Teologi Inkulturasi tersebut terlalu menekankan aspek teologi keselamatan (soteriologis) dari pada teologi penciptaan sehingga menimbulkan bahaya bahwa Gereja cenderung mengoreksi budaya. Uskup Agung Pangkal Pinang tersebut juga menanyakan mengenai apakah masih ada ruang yang cukup bagi teologi kontekstual atau inkulturasi untuk menyumbangkan sesuatu yang baru dan apakah ada diskontinuitas dalam penafsiran Injil?


Sementara itu, Rm. Dr. J. Haryatmoko, SJ sebagai narasumber kedua juga mengawali presentasinya dengan ucapan profisiat kepada Rm. Marta atas buku dan pengukuhannya sebagai guru besar. Dalam sesinya, imam Jesuit yang ahli di bidang filsafat tersebut bertolak dari gagasan potentia oboedientialis yang terdapat dalam buku Rm. Marta halaman 190 untuk menjawab apakah budaya merupakan suatu locus theologicus. Rm. Moko menekankan suatu implikasi epistemologis mengenai relasi timbal balik antara Gereja dan budaya. Dalam pemaparannya, beliau juga menyampaikan lima metode memahami inkulturasi, yakni segitiga semiotika C.S. Peirce, peleburan-peleburan cakrawala Gadamer, tiga aspek bahasa J.L. Austin, konotasi dan mitos R. Barthes, dan tiga lapis budaya E. Schein.

Bertolak dari pemaparan kedua narasumber dan tanya jawab dari para mahasiswa, di bagian akhir webinar, Rm. Prof. Martasudjita pun memberikan beberapa tanggapan kritis sekaligus ucapan terima kasih kepada kedua pembicara. Guru besar bidang Ilmu Teologi USD tersebut menyadari pentingnya aneka catatan kritis terhadap buku-bukunya agar dapat selalu diperbaiki dan dilengkapi di waktu-waktu mendatang. Dalam hal ini, Prof. Marta mengakui kurangnya aspek teologi penciptaan dalam bukunya. Beliau juga menanggapi pertanyaan kritis Mgr. Sunarko dengan menekankan makna hakekat inkulturasi sebagai suatu dialog antara Injil dan budaya. Dalam konteks dialog antara Injil dan budaya tersebut, Rm. Marta memahami bahwa justru teologi kontekstual ikut memperkaya pemahaman iman Gereja akan Injil itu sendiri. (Patrik Diego)  

  Kembali
Lihat Arsip