USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Webinar Magister Kajian Budaya USD: "Vokalis Ekstrem Metal Perempuan dalam Budaya Patriarki"

diupdate: 2 tahun yang lalu


Secara umum, kesenian masih bersifat maskulin. Hal ini berimbas pada wacana kesenian itu sendiri yang melulu didominasi laki-laki dengan budaya patriarkal-nya, yang berimbas pada suara, gagasan, aspirasi, pemikiran, dan peran perempuan dalam kesenian sebagai wacana kelas dua. Dalam skena musik keras musisi atau vokalis perempuan tidak dengan mudah diterima serta dipandang secara utuh sebagai seniman. Hal ini yang kemudian membuat skena musik ekstrem dibangun atas imaji maskulinitas. Berangkat dari realitas tersebut, alumnus Program Magister Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma (USD) Yulianus Febriarko dalam tesis penelitiannya yang berjudul “Bermain-main dalam Transgresi: Fantasi dalam Dark Play Empat Vokalis Ekstrem Metal Perempuan di Indonesia” (2020), mengeksplorasi daya performance perempuan pada skena musik ekstrem sebagai vokalis dari empat kelompok musik metal yang berbeda.

Penelitian ini kemudian dipilih untuk menjadi pembahasan webinar ASCOLTACI #19 bertema "Vokalis Ekstrem Metal Perempuan dalam Budaya Patriarki" yang diselenggarakan oleh Program Magister Kajian Budaya USD, dengan mengundang Direktur Pascasarjana IKJ Nyak Ina Raseuki, Ph.D. dan Oki Rahadianto Sutopo, Ph.D. dari Departemen Sosiologi Fisipol UGM sebagai penanggap atas pemaparan penelitian Yulianus Febriarko. Digelar secara virtual, ASCOLTACI #19 berlangsung selama kurang lebih tiga jam yang diikuti oleh 133 peserta dari berbagai latar belakang, komunitas, dan organisasi. ASCOLTACI #19 merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan dengan tujuan memberikan ruang bagi peneliti untuk mempresentasikan hasil penelitiannya kepada publik yang lebih luas, demi mengembangkan gagasan dan perspektif atas penelitian yang dipresentasikan.

Diskusi diawali dengan pemaparan makalah oleh Yulianus Febriarko sebagai peneliti. Febriarko menyampaikan bahwa ia memfokuskan penelitiannya dengan menelaah penampilan dan karya dari empat vokalis ekstrem metal perempuan, yaitu Fransisca Ayu (KoJ, Leftyfish), Lilin purnama (GOADS), Hera Mary (Oath), dan Popo Puji (Demons Damn) dengan mempertanyakan tentang representasi perempuan di skena musik ekstrem, daya penampilan, wacana yang dibentuk, dan fantasi yang mendasari. Sehingga lewat tiga transgresi (sonic transgression, discursive transgression, and bodily transgression) narasumber (sebagai vokalis ekstrem metal perempuan) bernegosiasi dengan siasat dark play dalam penampilan mereka untuk mendisrupsi konstruksi yang memarjinalkan perempuan dalam skena ekstrem metal. Bagi keempat vokalis (narasumber), sudah seharusnya ada resistensi guna membuat skena ekstrem metal menjadi tempat yang ramah dan menyenangkan bagi siapapun.

Oki Rahadianto Sutopo, Ph.D., menanggapi presentasi Febriarko dengan menjelaskan bahwa hal-hal yang menjembatani konteks penelitian terdahulu maupun terkini tentang musik, antara lain karena adanya keterkaitan antara musik populer dengan konstruksi identitas lokal-global, subkultur, yang dalam hal ini menjadi resistensi terhadap negara dan komodifikasi dalam komunitas musik. Dalam tanggapannya, ia menegaskan tentang sifat resistensi yang tidak total-universal. Sehingga perlu untuk memperhatikan narasi biografis musisi yang tidak dapat dipisahkan dari dimensi transgresi. Tanggapan selanjutnya dipresentasikan oleh Nyak Ina Raseuki, Ph.D. dengan tajuk “Suara Perempuan Melintas(i) Batas”. Direktur Program Pascasarjana IKJ ini menjelaskan perihal pembedaan dalam keragaman musik. Misalnya, karena skena musik ekstrem metal menggunakan suara yang sangat berat atau dengan teknik scream yang identik dengan suara laki-laki pada umumnya, maka hal ini membuat skena tersebut mudah didominasi oleh laki-laki. Nyak Ina juga menyampaikan tentang adanya ideologi seorang vokalis di atas panggung yang dikemas dengan aspek estetik guna menegaskan identitas, pengalaman personal antara vokalis-dunia pertunjukan-dan kehidupan sehari-hari.

Akhir dari penjelasan peneliti dan penanggap dalam ASCOLTACI #19 direspons melalui banyak pertanyaan dari peserta, dengan ragam tujuan pertanyaan yang berbeda. Mulai dari mempertanyakan cara menikmati pertunjukan metal, isu yang disuarakan oleh vokalis perempuan, hingga mempertanyakan mengapa vokalis perempuan dalam band metal tidak menggunakan suara perempuan saja jika tujuannya ingin mendobrak patriarki?

ASCOLTACI #19 dipungkasi dengan tanggapan-tanggapan yang baik, kritis, dan komprehensif dari ketiga narasumber. Diskusi berlangsung riuh, menyenangkan, dan inspiratif; membuka satu pintu wawasan tentang wacana keterlibatan perempuan, yang tidak melulu berpusar antara ranah domestik dan pekerjaan, namun juga dalam ranah kesenian musik dengan peminat yang sangat spesifik.

(AAM)

  kembali