USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Diskusi Jejak Kapitalisme dalam Kampus Merdeka Belajar

diupdate: 3 tahun yang lalu




Para mahasiswa mata kuliah Pendidikan Kritis dari Program Studi Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma (USD) mengadakan seminar tentang Agenda Kapitalisme dalam Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) pada Selasa (8/6). Seminar diselenggarakan dalam rangka memaparkan hasil riset bersama para mahasiswa di mata kuliah yang diampu oleh Prof. Dr. Augustinus Supratiknya. Acara ini dilakukan secara luring dengan jumlah peserta terbatas di Ruang Seminar LPPM USD. Selain itu, diskusi juga diikuti oleh para peserta yang tergabung dalam Zoom dan siaran langsung di kanal YouTubeKajian Budaya Sanata Dharma.

Mutiara Febryan Kumbara yang merupakan salah satu mahasiswa mata kuliah Pendidikan Kritis menjadi moderator untuk jalannya seminar. Dua mahasiswa Magister Kajian Budaya lain yakni Faizal Kalawa dan Hendro Jozua menjadi pemateri pada acara ini. Faizal dalam bagian pertama membahas secara rinci tentang kebijakan MBKM, permasalahan pendidikan Indonesia, dan visi pendidikan yang dirasa ideal. Sementara Hendro pada bagian berikutnya memaparkan kerangka teori yang digunakan untuk meninjau kebijakan MBKM secara kritis.

“Istilah merdeka belajar yang digunakan untuk kebijakan baru ini diambil dari filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara yang mempunyai dua konsep, merdeka dan kemandirian. Ki Hajar Dewantara sebelumnya menggunakan dua konsep itu untuk melawan pendidikan ala kolonial. Akan tetapi, kami melihat kebijakan MBKM justru menyederhanakan pendidikan hanya sebatas produsen tenaga kerja, justru berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara sendiri,” ungkap Faizal. Ia menyebutkan bahwa visi pendidikan yang dirasa ideal untuk Indonesia berpatok pada pemikiran Dr. Drs. H. Mohammad Hatta. Dirinya menekankan bahwa akademisi dari perguruan tinggi harus memiliki watak intelektual, moril, dan berdedikasi pada masyarakat. Faizal juga menjadikan gagasan dari Dr. St. Sunardi sebagai pedoman bahwa perguruan tinggi harus mempersiapkan peserta didiknya menjadi pemimpin intelektual publik, komitmen pada moralitas publik, dan menciptakan keberanian kolektif.

Hendro Jozua, sebagai pemateri kedua, menyambung pembahasan dari Faizal dan memaparkan dua teori yang dipakai dalam penelitian. Hendro menyebut bahwa teori yang digunakan adalah teori Ideological State Apparatuses (ISA) dari Louis Althusser dan teori Hegemoni dari Antonio Gramsci. “Berdasarkan dua teori utama tersebut, kami mengambil sebuah hipotesa bahwa di belakang sebuah kebijakan negara terkait pendidikan ada kekuatan-kekuatan dan kepentingan-kepentingan dominan yang memberikan pengaruhnya. Kekuatan-kekuatan tersebut antara lain adalah negara, para pelaku kapitalis, para pelaku industri baik yang local maupun yang global,” papar Hendro.

Berdasarkan pengamatan para mahasiswa mata kuliah Pendidikan Kritis ini, kebijakan MBKM nyatanya tidak bisa lepas dari kepentingan dan agenda kapitalisme. Kebijakan MBKM dirasa hadir lebih untuk menjawab kebutuhan kapitalis dengan menyediakan angkatan kerja.

Dr. St. Sunardi memberikan tanggapan untuk hasil pemikiran para mahasiswa Magister Kajian Budaya ini. Sunardi mengapresiasi hasil belajar yang dipaparkan dalam seminar kali ini. “Sekali lagi saya ingin menggarisbawahi yang saya sebutkan di awal. Kita perlu pengalaman yang lebih substansial tentang apa itu merdeka. Dan saya jamin bahwa orang yang mengikuti aturan dari pemerintah ini secara detail, tidak akan menjadi kampus merdeka. Kita sendiri yang harus cari pengalaman substansial dan pemerintah hanya supporting saja,” ujar Sunardi saat memberikan tanggapannya.

Selepas pembahasan dari pemateri dan penanggap, diskusi juga berjalan hangat bersama para peserta seminar baik yang hadir secara luring maupun yang bergabung secara daring. Kebijakan politik seperti MBKM tidak menguntungkan semua pihak tetapi hanya diperuntukkan pada faktor ekonomi saja dan tidak bebas dari fungsi kapitalisme. “Kita perlu menyadari bahwa pergulatan bangsa tidak hanya berkutat seputar persaingan ekonomi dan bisnis global saja,” tutur moderator saat menutup sesi seminar ini.

(NLPR & MHH)

  kembali