Jumat (11/12), Universitas Sanata Dharma (USD) bersama Asosiasi Sekolah Jesuit Indonesia menyelenggarakan webinar dan diskusi peluncuran buku yang berjudul “Sekolah Jesuit: Tradisi Hidup Abad ke-21”. Webinar yang dilaksanakan pada pukul 09.00-12.00 WIB ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Humas USD.
Webinar dibuka dengan sambutan Rektor USD Johanes Eka Priyatma, M.Sc, Ph.D. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa webinar ini sangat relevan dan penting yang dikaitkan dengan pergulatan dalam menyikapi perubahan di sekitar pendidikan dan bukan hanya dipicu oleh teknologi informasi. “Tahun ini USD merayakan Dies Natalis ke-65. Tema yang diambil adalah ‘Visi pendidikan tinggi 2045’, tema ini diambil sebagai cara untuk membangun kesempatan memikirkan dan menggali gagasan tentang pendidikan masa depan yang dilandasi oleh kesadaran penuh bahwa dunia selama 20 tahun terakhir berkembang pesat dan berubah cepat.” ujar Pak Eka. Perubahan ini mengandung perubahan dalam cara masyarkat berelasi, berkomunikasi, dan melakukan transaksi. Buku “Sekolah Jesuit: Tradisi Hidup Abad ke-21, Discerment Berkelanjutan” membantu kita (para guru, pimpinan, dan semua yang terlibat dalam pendidikan khususnya pendidikan katolik) untuk bisa menyikapi perubahan secara lebih nyaman, dengan tradisi kita khususnya tradisi Serikat Jesuit (SJ) yaitu berefleksi. Beliau menambahkan bahwa semua pendidikan menghadapi situasi sulit, “Semoga kita semua mempunyai kesempatan baik untuk mengelola sekolah kita dengan semangat Ignasian.” tambahnya.
Selanjutnya sambutan oleh Pater Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Romo Benny Hari Juliawan, SJ, Ph.D. yang menyampaikan bahwa guru merupakan panggilan penting untuk memberi dan berbagi. “Pada dasarnya tujuan seorang guru adalah mengubah orang (murid-murid) dengan berbagi.” tuturnya. Buku ini membicarakan tentang perubahan yang terjadi saat ini. Di balik kontradiksio interminis, itu semua sebagai semangat Ignasian. “Dalam semangat Ignasian, kita pernah mengalami retret dan rekoleksi spiritualitas. Tujuam dari kegiatan-kegiatan tersebut mengajak kita untuk mengalami perubahan dalam diri.” tambahnya. Romo Benny berpesan bahwa hendaknya kita mencari kehendak Tuhan dalam dunia yang berubah dalam konteks panggilan suci guru, sebagai motor perubahan.
Webinar dan diskusi tersebut menghadirkan tiga pembicara yaitu; Lucianus Suharjanto, SJ, SS, BST, MA yang merupakan penerjemah buku; FX. Catur Supatmono, MPd yang merupakan guru di SMA Kolese De Britto; Rosa Endah Budilestari, SPd yang merupakan guru di SMP Strada Budi Luhur, dan dimoderatori oleh Nikolaus Kristiyanto, SJ.
Pembicara pertama yaitu Romo Lucianus Suharjanto, SJ menjelaskan mengenai isi buku dan pengalamannya selama menerjemahkan buku tersebut. Di awal pemaparannya, Romo Harjanto mengatakan bahwa telah ada empat dokumen kontemporer yang oleh SJ dianggap sebagai yang akan membentuk sekolah SJ. Buku ini berisi bahan discerment mengenai dasar-dasar dari pendidikan yang terdiri dari konteks pendidikan (14 topik) dan identitas/penanda khas sekolah SJ (10 topik). Bagian ke-1 berisi dokumen dasar, ada 3 dokumen yaitu Ciri-Ciri Khas Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Jesuit yang diterbitkan tahun 2019, Paradigma Pendagogi Reflektif yang diterbitkan pada tahun 1993, dan Preferensi Kerasulan Universal Serikat Jesus yang diterbitkan pada tahun 2019. Ada dokumen lain yaitu Men and Women of Conscience, Competence, Compassion, and Commitment yang diterbitkan di tahin 2015 serta Tiga Belas Rencana Tindakan JESEDU-Rio2017 yang diterbitkan pada tahun 2017. Bagian ke-2 menjelaskan tentang Konteks-Situasi Baru di Dunia. Ada 5 perubahan yang disampaikan, yaitu: situasi sosial politik, situasi pendidikan, situasi perubahan praktik keagamaan, situasi perubahan dalam Gereja Katolik, dan situasi perubahan dalam Serikat Jesuit Bagian ke-3 menjelaskan tentang Penanda Bersama Sekolah Jesuit. Dalam buku ini ada sepuluh tanda, yaitu (1) Katolik dan formasi iman serta dialog, (2) lingkungan aman dan sehat, (3) kewargaan global, (4) keutuhan ciptaan, (5) keadilan, (6) terjangkau oleh semua, (7) intelkulturalisasi, (8) berjejaring dalam perubahan, (9) keunggulan, dan (10) pembelajaran sepanjang hidup. Dalam tradisi pendidikan sekolah SJ, ada enam cara bertindak, yaitu pertobatan, discerment untuk beralih dari model berisi debat yang tidak memberi kesempatan bagi peserta untuk berbicara pendapatnya, kolaborasi, jejaring, kedalaman intelektual, dan paradigman Pendagogi Ignasian. “Kita diajak melaksanakan rekonsiliasi dan keadilan.” pesan Romo Harjanto.
Pembicara kedua yaitu FX. Catur Supatmono, menjelaskan mengenai pengaplikasian isi buku di dunia pendidikan dari persepsi guru. Pak Catur menjelaskan bahwa ada banyak perubahan yang terjadi di abad ke-21. Tradisi abad ke-21 ada kontradiksi, tradisi berbicara mengenai hal-hal yang lama atau kuno ternyata masih ada relevansinya. Tradisi berbicara mengenai berefleksi dan berdicerment sedangkan abad ke-21 mengenai konteks. Cara-cara konkret yang bisa dilakukan dalam institusi masing-masing. Tantangan-tantangan pandemi membawa masyarakat menjadi rentan miskin dan putus sekolah. “Butuh pendidikan karakter di mana sekolah dan orang tua saling bekerja sama dan juga masih banyak peluang yang bisa dicari dari kemendalaman intelektual, pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek.” tutur Pak Catur.
Pemaparan materi ketiga yaitu dari Rosa Endah Budilestari yang menjelaskan mengenai pengalamannya dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang tercantum pada buku ke dalam sistem pembelajaran yang diajarkan di SMP Strada Budi Luhur. Bu Rosa memamparkan bahwa ia mengiplementasikan empat preferensi apostolik SJ dan sepuluh ciri khas sekolah Jesuit dengan hal-hal yang konkret mulai dengan menghidupi tradisi-tradisi katolik, menyediakan lingkungan sekolah yang aman, aksi-aksi peduli lingkungan, peduli sesama, memperjuangkan keadilan, sekolah bisa dijangkau oleh semua kalangan dengan semua latar belakang ekonomi maupun agama, interkulturalitas, pluralitas yang memiliki jejaring global dengan mengajarkan anak beretika komunikasi di media sosial, edukasi pada masyarakat, melakukan kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia.
Setelah pemaparan dari ketiga pembicara, webinar tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab oleh para peserta dan pembicara. Dan sebagai penutup webinar, Romo Nikolaus Kristiyanto, SJ selaku moderator menyampaikan ringkasan yaitu bahwa sekolah membutuhkan protokol/aturan tertulis yang disosialisaikan ke orang tua dan anak-anak, memandang sekolah sebagai komunitas, dan pada akhirnya mendorong para anak didik untuk berani menyampaikan jika terjadi sesuatu. Secara umum, buku “Sekolah Jesuit: Tradisi Hidup Abad ke-21” merupakan bahan berdicerment di tengah-tengah situasi baru di dunia ini dengan perkembangan teknologi. Khusus dalam situasi pandemi saat ini, dicerment terjadi dalam percakapan dan tidak ada yang mendominasi. Refleksi dan feedback juga dibutuhkan di mana kurapersonalis mengenali anak didik dengan baik dan mata pelajaran bisa dikaitkan dengan kehidupan kita sehiari-hari. Hal itu juga memerlukan diwujudnyakan dalam aksi-aksi sederhana dalam hidup kita sehari-hari, dalam institusi kita, di mana kita juga peduli terhadap sesama dan lingkungan.
(DBS & MHH)