USD Akreditasi A English Version Alumni Email USD

Joko Pinurbo: Membekali Bakat dengan Ketekunan dan Kekuatan Mental

diupdate: 4 tahun yang lalu



Tanggal 3 Oktober 2019 adalah hari yang sangat berkesan bagi seorang Joko Pinurbo. Jokpin, begitu ia akrab disapa, diberi Anugerah Kebudayaan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai pelaku atau pelestari seni. Penghargaan tersebut diberikan karena Jokpin dianggap memiliki pencapaian dan dedikasi tinggi di bidang sastra Indonesia. Ia mengaku bersyukur bahwa Gubernur DIY mengapresiasi karyanya dalam bidang seni dan budaya.

Jokpin merupakan alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma (IKIP Sanata Dharma sekarang Universitas Sanata Dharma) sekaligus sastrawan Indonesia. Ia telah menerbitkan belasan buku puisi. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Mandarin, dll. Ia juga sering mendapat undangan untuk membacakan karyanya di berbagai forum dan festival sastra, baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas pencapaiannya, Jokpin sebelumnya juga telah mendapatkan berbagai penghargaan seperti, Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Hadiah Sastra Lontar (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001), Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kemendikbud (2002), Khatulistiwa Literary Award (2005), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2012), Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kemendikbud (2014), South East Asian (SEA) Write Award (2014), dan Khatulistiwa Literary Award (2015).

Bagi Jokpin menulis puisi adalah sebuah bentuk eksistensi diri. Tujuannya dalam menulis puisi awalnya karena sekedar senang, tetapi kemudian ia menyadari bahwa puisi adalah bentuk pewartaan yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki rasa cinta terhadap sesama. Toleransi hidup juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kedamaian. Ia menginginkan orang yang membaca karya-karya puisi ciptaannya menjadi teringankan bebannya. “Hanya saya tidak ingin berkhotbah seperti pastor/ustadz, jadi lewat permainan kata atau bahasa.” ucap Jokpin. Selain itu, ia bertujuan untuk menunjukkan betapa kaya dan indahnya bahasa Indonesia.

Menulis puisi sudah menjadi hobi Jokpin sejak di bangku SMA. Ia bersyukur bahwa ketika SMA, ia diharuskan untuk membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Perpustakaan menjadi bagian penting dalam mengembangkan kecintaanya terhadap puisi. Ia belajar dari penulis terkenal seperti Sapardi Djoko Damono dan Romo Y. B. Mangunwijaya. Ruang baca di Perpustakaan IKIP Sanata Dharma kala itu menjadi tempat favoritnya untuk memperkaya horizon pandangannya. Buku-buku di ruang baca yang lengkap menjadi surga baginya. Ia pun pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk membaca semua buku sastra yang ada di sana sebelum ia lulus.

Sebelum mendapatkan pencapaian sebagai sastrawan seperti saat ini, tentu saja Jokpin pernah mengalami kebingungan di hidupnya. Ia pernah membakar tiga bendel karya puisinya pada tahun 90an. Ia sempat mengalami kebuntuan dalam berkarya dan merasa putus asa akibat tidak ada kemajuan dalam penulisan puisinya. Lalu, ia berpikir harus melakukan sesuatu yang baru dan radikal. Ia pun mencoba untuk melakukan riset terhadap puisi-puisi karya sastrawan lainnya terkait objek apa yang belum atau jarang ditulis. Celana, sarung, dan kamar mandi. Hal itulah yang kemudian terpikirkan untuk ditulis olehnya. Mungkin terdengar aneh, tetapi justru itulah yang membuat karya-karyanya menjadi unik dan menarik.

Zaman Orde Baru adalah masa yang sulit bagi Jokpin. Tidak ada penerbit yang mau menerbitkan karyanya. Hingga akhirnya, pada tahun 1999, ia baru menerbitkan buku perdananya secara resmi ketika ia sudah menginjak usia 37 tahun. Akan tetapi, setelah menerbitkan buku pertama hingga ketiganya, ia kembali merasa stagnan dalam menulis. Ia harus memulai dari nol lagi dan harus menemukan inspirasi-inspirasi baru untuk menulis. Khong Guan, ide gila yang ia dapatkan dari melihat fenomena sehari-hari.

Menjadi sastrawan tidaklah mudah, dibutuhkan kreativitas dan kemampuan untuk menemukan jurus-jurus yang lain atau beda. Ia menambahkan bahwa bakat saja tidak cukup, harus dibekali dengan ketekunan dan kekuatan mental. Banyak anak muda di zaman yang dinamis seperti sekarang ini memiliki kesulitan untuk menekuni suatu pekerjaan dengan konsistensi tinggi. Ia berpesan pada anak muda untuk melatih konsistensi diri di hidupnya dalam hal dan bidang apapun. Ia bersyukur bisa mengatasi segala lika-liku yang dihadapinya di dunia kepengarangan sehingga ia bisa mencapai hal yang dicintainya: sastra. Ketekunan dan kegigihan adalah hal yang harus dipegang teguh dalam memperjuangkan nilai hidup.

(MHH & TNU)

  kembali